Rabu, 24 Ogos 2016

5:101-102 Tafsir Surah Al Maidah, ayat 101-102.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ (١٠١) قَدْ سَأَلَهَا قَوْمٌ مِنْ قَبْلِكُمْ ثُمَّ أَصْبَحُوا بِهَا كَافِرِينَ (١٠٢)

Rasulullah s.a.w. selalu dihujani pertanyaan dari para sahabat. Diantaranya ada yang kehilangan untanya berkata, "Di mana unta saya?" dan sebagainya.

Suatu hari Rasulullah s.a.w. keluar dalam keadaan marah sehingga wajahnya kemerahan, lalu menaiki mimbar dan berkhutbah, antara lain beliau s.a.w. bersabda, "Bertanyalah kalian kepadaku, maka sesungguhnya tidak sekali-kali kalian menanyakan sesuatu kepadaku pada hari ini melainkan aku pasti menjelaskannya kepada kalian."

Maka semua sahabat Rasulullah s.a.w. merasa takut kalau-kalau beliau s.a.w. sedang menghadapi suatu perkara yang membimbangkan.

Nabi s.a.w. bersabda, "Sekiranya kalian mengetahui seperti apa yang aku ketahui, nescaya kalian benar-benar sedikit tertawa dan benar-benar akan banyak menangis." Maka para sahabat menutup wajahnya masing-masing dengan kain bajunya sambil menangis.

Rasulullah s.a.w. bersabda, "Aku sama sekali belum pernah melihat suatu hal dalam kebaikan dan keburukan seperti hari ini, telah ditampakkan kepadaku syurga dan neraka hingga aku melihat keduanya tergambarkan di arah tembok ini."

Seorang lelaki bertanya, "Di manakah ayahku?" Nabi s.a.w. menjawab, "Di dalam neraka." Lalu berdiri pula Abdullah ibnu Huzafah yang diragukan nasabnya. Ia terlibat dalam suatu persengketaan, lalu dia diseru bukan dengan nama ayahnya. Ia bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah ayahku yang sebenarnya?" Rasulullah s.a.w. menjawab, "Ayahmu adalah Huzafah," lalu Nabi s.a.w. memanggilnya dengan sebutan ayahnya.

Rasulullah s.a.w. bersabda, "Anak itu adalah milik firasy (ayah) dan bagi lelaki pezina tiada hak (pada anaknya)."

Kemudian Umar r.a. bangkit dan berkata, "Kami rela Allah sebagai Tuhan kami, Islam sebagai agama kami, Muhammad s.a.w. nabi kami, dan Al Qur’an sebagai imam kami. Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan fitnah-fitnah. Sesungguhnya kami, wahai Rasulullah, masih baru meninggalkan masa Jahiliah dan kemusyrikan, dan Allah lah yang lebih mengetahui siapakah bapa-bapa kami. Maka maafkanlah kami, semoga Allah pun memaafkanmu." Maka redalah kemarahan Nabi s.a.w.

Allah s.w.t. berfirman,

"101. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian menanyakan tentang sesuatu jika diterangkan kepada kalian, menyusahkan kalian." 

Iaitu pertanyaan yang tidak ada kebaikannya, perkara yang tidak ada faedah, perkara yang tidak berlaku, perkara yang mengakibatkan beban-beban berat dalam syari'at, perkara yang akan membuat mereka sedih seperti keadaan nenek moyang mereka apakah di syurga atau di neraka, perkara yang akan memburukkan diri mereka, yang memberatkan mereka mendengarnya dan sebagainya. Namun jika lepas dari semua ini, maka pertanyaan tersebut disyari'atkan.

Rasulullah s.a.w. bersabda, "Semoga jangan ada seseorang menyampaikan kepadaku perihal sesuatu masalah dari orang lain, sesungguhnya aku suka bila aku menemui kalian dalam keadaan dada yang lapang."

"Dan jika kalian menanyakan tentangnya ketika diturunkan Al Qur’an, diterangkan kepada kalian."

Pertanyaan yang diajukan hendaklah pada tempatnya, seperti ketika Al Qur'an diturunkan secara umum, mereka bertanya tentang penjelasan maksud ayat yang masih musykil atau hukum yang masih samar dalam waktu yang masih mungkin diturunkan wahyu, maka akan diterangkan kerana mereka sangat memerlukannya. Hal itu sangat mudah bagi Allah. Jika tidak demikian, maka hendaklah diam terhadap sesuatu yang didiamkan Allah s.w.t.

Maksudnya, janganlah kalian menanyakan hal-hal yang kalian sengaja memulai mengajukannya, barangkali akan diturunkan wahyu disebabkan pertanyaan kalian itu yang di dalamnya terkandung peraturan yang memberatkan dan menyempitkan kalian.

Di dalam sebuah hadis telah disebutkan, "Orang muslim yang paling besar dosanya ialah seseorang yang menanyakan sesuatu yang tidak diharamkan, lalu menjadi diharamkan kerana pertanyaannya itu."

"Allah memaafkan tentang hal itu." 

Dia memaafkan hal-hal yang tidak disebutkanNya di dalam kitabNya. Kerana itu, diamlah kalian sebagaimana Nabi s.a.w. diam terhadapnya.

Di dalam hadis sahih disebutkan, "Sesungguhnya Allah s.w.t. telah menetapkan hal-hal yang fardu, maka janganlah kalian menyia-nyiakannya; dan Dia telah menetapkan batasan-batasan, maka janganlah kalian melampauinya; dan Dia telah mengharamkan banyak hal, maka janganlah kalian melanggarnya. Dan Dia telah mendiamkan (tidak menjelaskan) banyak hal kerana kasihan kepada kalian bukan kerana lupa, maka janganlah kalian menanyakannya."

"Dan Allah Maha Pengampun Maha Penyantun."

Dia sentiasa memiliki sifat mengampuni, terkenal santun dan ihsan, oleh kerana itu mintalah ampunan dan ihsanNya, dan carilah rahmat dan keridhaanNya.

Ketika ayat mengenai ibadah haji diturunkan, Nabi s.a.w. menyeru orang ramai dan bersabda, "Hai manusia, sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada kalian melakukan ibadah haji. Maka berhajilah kalian!" Lalu Mihshan Al Asadiy bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah hanya sekali atau setiap tahun?"

Mendengar pertanyaan itu Rasulullah s.a.w. sangat marah, lalu beliau bersabda, "Demi Tuhan Yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaannya, seandainya kukatakan ya, nescaya diwajibkan; dan seandainya diwajibkan, nescaya kalian tidak akan mampu, dan kalau demikian kalian menjadi kafir. Maka biarkanlah aku dengan apa yang aku tinggalkan untuk kalian; apabila aku memerintahkan kalian untuk melakukan sesuatu, maka kerjakanlah. Dan apabila aku larang kalian dari sesuatu, maka berhentilah kalian darinya. Diamlah terhadap apa yang aku diamkan, kerana binasanya orang-orang sebelum kamu adalah kerana pertanyaan mereka dan menyelisihi para nabi."

Allah s.w.t. menurunkan ayat,

"102. Sungguh telah menanyakan suatu kaum sebelum kalian, kemudian mereka menjadi dengan orang-orang yang kafir." 

Sesungguhnya sebelum kalian telah ada segolongan manusia yang menanyakan hal-hal serupa itu, kemudian mereka menjadi kafir.

Masalah-masalah yang dilarang itu pernah ditanyakan oleh orang-orang terdahulu, pertanyaan mereka bukan untuk meminta petunjuk, tetapi hanya bermaksud ta’annut/takalluf (membebani diri), main-main, melecehkan, mengejek dan ingkar.

Lalu pertanyaan mereka dijawab, dijelaskan dan diterangkan, tetapi mereka tidak mempercayainya dan tidak mengambil manfaat dari jawaban itu, kerana itu mereka ingkar, mereka tidak menaatinya dan akhirnya menjadi kafir kepadanya.

Kaum Samud meminta unta betina sebagai mukjizat yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Orang-orang Nasrani pernah meminta ayat-ayat (mukjizat-mukjizat) kepada nabi Isa a.s. Maidah (hidangan dari langit). Akhirnya mereka ingkar kepadanya (tidak mensyukurinya). Orang-orang Quraisy pernah meminta kepada Nabi s.a.w. agar mengalirkan sungai-sungai buat mereka dan menjadikan Bukit Safa sebagai emas buat mereka, dan permintaan lainnya. Orang-orang Yahudi pula meminta agar diturunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit.

Banyak bertanya tidaklah menunjukkan baiknya keadaan agama seseorang, dan tidak menunjukkan kewara’annya.

Adapun bertanya tentang Al Qur’an atau hadis dengan tujuan ingin memahami maksudnya, maka tidak mengapa (termasuk juga bertanya tentang hal yang benar-benar terjadi), lain halnya bertanya tentang masalah yang tidak ada habis-habisnya maka dalam hal ini seharusnya dihindari dan dijauhi.

Hendaknya kita menyibukkan diri dengan perkara yang lebih penting; yang diperlukan saat itu daripada perkara yang saat itu belum diperlukan.

Tiada ulasan:

KANDUNGAN.

JUZUK 1. Isti'adzah.    Al Fatihah 1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6 , 7 . Al Baqarah 1-5 , 6-7 , 8-9 , 10-16 , 17-20 , 21-25 , 26-27 , 28-29 , 3...