Jumaat, 17 April 2020

4:19-21 Tafsir Surah An Nisa, ayat 19-21.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا (١٩) وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا (٢٠) وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا (٢١) 

Di masa lalu apabila ada seorang lelaki dari kalangan mereka meninggal dunia, maka para wali si mayat adalah orang yang lebih berhak terhadap diri isteri si mayat. Jika sebahagian dari mereka menyukainya, maka dia boleh mengahwininya; dan jika tidak suka, maka mereka boleh mengahwinkannya; dan jika mereka menginginkan agar isteri si mayat tidak kahwin, maka mereka boleh tidak mengahwinkannya. Mereka lebih berhak terhadap diri isteri si mayat daripada keluarga si isteri. Lalu Allah menurunkan ayat ini, iaitu firmanNya, "Wahai orang-orang yang beriman! Tidak halal bagi kalian kalian mewarisi wanita-wanita dengan paksa." (An Nisa 4:19)

Dahulu di masa Jahiliah ada seorang wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, lalu datanglah seorang lelaki yang melemparkan bajunya kepada si wanita itu. Maka si lelaki tersebutlah yang lebih berhak terhadap diri wanita itu. Lalu turunlah firmanNya, "Wahai orang-orang yang beriman! Tidak halal bagi kalian kalian mewarisi wanita-wanita dengan paksa." (An Nisa 4:19)

"19. Wahai orang-orang yang beriman! Tidak halal bagi kalian kalian mewarisi wanita-wanita dengan paksa dan janganlah kalian menyusahkan mereka agar kalian mengambil kembali sebahagian apa yang kalian berikan kepada mereka," 

Janganlah kalian dalam mempergauli mereka menyusahkan mereka yang pada akhirnya mereka membiarkan kalian mengambil apa yang telah kalian serahkan kepada mereka sebagai maskahwinnya, atau mengambil sebahagiannya, atau salah satu hak mereka yang ada pada kalian, atau sesuatu dari hal tersebut kerana kalian ambil dari mereka dengan cara paksa dan menimpakan mudarat terhadap mereka.

Menurut adat sebahagian bangsa Arab Jahiliyah apabila seorang wafat meninggalkan isterinya, maka anggota keluarga atau kerabatnya seperti saudaranya, putera pakciknyanya dan sebagainya lebih berhak terhadap wanita janda tersebut daripada yang lain. Oleh kerana itu, dia menghalangi si wanita itu dari orang lain, baik wanita tersebut suka atau tidak.

Jika kerabat tersebut suka kepadanya, maka dia boleh menikahinya tanpa mahar walaupun si wanita tidak suka. Tetapi, jika kerabat tersebut tidak suka, maka dia menghalanginya dari menikah sehingga si wanita tidak menikah kecuali kepada orang yang dipilih oleh si kerabat.

Terkadang si kerabat enggan menikahkan kepada orang lain sampai si wanita mahu memberikan harta warisan yang dimilikinya atau mahu memberikan maharnya kepada si kerabat.

Demikian juga suami terkadang menahan isteri yang tidak disukainya agar suami dapat kembali memiliki mahar yang pernah diberikan kepada isterinya. Di ayat ini, Allah s.w.t. melarang dua keadaan tersebut kecuali jika isteri ridha dan memilih sendiri tanpa paksaan.

"kecuali mereka melakukan fahisyah yang nyata."

Kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata, iaitu berzina, membangkang, derhaka, bermulut kotor dan sebagainya, maka kalian boleh mengambil kembali maskahwin yang telah kalian berikan kepada mereka.

Misalnya kalian bersikap menyusahkan mereka hingga mereka membiarkan maskahwin itu diambil oleh kalian, membebaskan seluruh haknya atau sebahagiannya yang ada pada tanggungan kalian, dan meminta khulu' dari kalian, lalu kalian menceraikan mereka.

"Dan bergaullah kalian dengan mereka dengan cara yang baik." 

Bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Bertutur sapa dengan baiklah kalian kepada mereka, dan berlakulah dengan baik dalam semua perbuatan dan penampilan kalian terhadap mereka dalam batas yang sesuai dengan kemampuan kalian. Sebagaimana kalian pun menyukai hal tersebut dari mereka, maka lakukan olehmu hal yang serupa terhadap mereka.

Oleh kerana itu, suami wajib bergaul dengan isteri secara ma'ruf, menghindarkan bahaya, memberikan ihsan, bermuamalah secara baik, termasuk di dalamnya memberi nafkah, pakaian dan sebagainya. Tentunya hal ini disesuaikan dengan waktu dan tempat (daerah) atau uruf.

Rasulullah s.a.w. bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik perlakuan kalian kepada isterinya, sedangkan aku adalah orang yang paling baik kepada isteriku di antara kalian."

"Maka jika kalian membenci mereka," 

Kemudian jika kalian tidak menyukai mereka, maka bersabarlah. Iaitu sepatutnya bagi kalian para suami menahan isteri kalian walaupun kalian tidak suka.

"maka barangkali kalian membenci sesuatu, dan Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak."

Boleh jadi kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya. Iaitu barangkali sikap sabar kalian memegang mereka tetap menjadi isteri kalian, padahal kalian tidak suka kepada mereka, mengandung kebaikan yang banyak bagi kalian di dunia dan akhirat.

Yang demikian menjalankan perintah Allah dan menerima wasiat yang di sana terdapat kebahagiaan dunia akhirat. Di samping itu, menahan isteri walaupun kalian tidak suka kepadanya terdapat mujahadah (berusaha menahan hawa nafsu) dan agar memiliki akhlak mulia.

Bahkan boleh saja rasa benci itu hilang dan diganti oleh rasa cinta sebagaimana yang sering terjadi. Bahkan boleh saja dari isteri tersebut lahir anak yang soleh; yang memberi manfaat bagi kedua orang tuanya di dunia dan akhirat.

Tentunya hal ini, ketika masih mungkin ditahan (tidak diceraikan) dan tidak ada hal yang dikhuatirkan. Tetapi, jika terpaksa harus cerai, maka tidak mengapa.

"20. Dan jika kalian ingin mengganti isteri tempat isteri," 

Jika kalian ingin mengganti isteri kalian dengan isteri yang lain. Iaitu jika seseorang di antara kalian ingin menceraikan isteri yang tidak disukai dan menikah dengan isteri yang baru, maka tidak mengapa.

"dan kalian memberi seorang di antara mereka harta yang banyak," 

Sedang kalian telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak sebagai mahar, baik kepada wanita yang dicerai maupun wanita yang baru dinikahi.

Dalam ayat ini terdapat dalil bolehnya mahar dengan harta yang banyak, hanya saja yang lebih utama dan lebih patut adalah mengikuti anjuran Nabi s.a.w. yang memerintahkan untuk meringankan mahar. Namun boleh saja menjadi terlarang, iaitu ketika menetapkan mahar yang banyak dapat mengakibatkan mafsadat agama dan tidak ada maslahatnya.

"maka janganlah kalian mengambil darinya sedikit pun." 

Janganlah kalian mengambil kembali sedikit pun darinya, walaupun apa yang telah kalian berikan kepadanya berupa harta yang banyak. Atau maksudnya berikanlah secara sempurna dan jangan ditunda-tunda.

"Apakah kalian mengambilnya dengan cara dusta dan dosa yang nyata?" 

Apakah kalian akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta (zalim) dan dengan menanggung dosa yang nyata? Sesungguhnya mengambilnya adalah haram, walaupun kamu mencari cara untuk menghalalkannya kerana dosanya begitu jelas.

Hal itu, kerana isteri sebelum akad nikah itu haram bagi suaminya, dan isteri tidak ridha menghalalkan dirinya kecuali dengan mahar tersebut. Lalu bagaimana mahar yang sudah menjadi miliknya diambil, padahal dirinya dihalalkan kerananya.

Di samping itu, Allah s.w.t. juga telah mengambil perjanjian yang kukuh dengan adanya 'akad dan kesediaan menanggung kewajibannya.

"21. Dan bagaimana kalian mengambilnya, dan sungguh telah bergaul sebahagian kalian kepada sebahagian yang lain," 

Pernyataan ini merupakan pertanyaan untuk mencela dan mengingkari. Iaitu dengan alasan apa kalian akan mengambilnya kembali, padahal sebahagian kalian telah bercampur dengan yang lain, iaitu berjima' sebagai suami isteri.

"dan mereka mengambil dari kalian ikatan yang teguh?" 

Dan isteri-isteri kalian telah mengambil dari kalian perjanjian yang kuat. Misaq, ikatan atau perjanjian bermaksud akad nikah atau ikatan pernikahan.

Misaqan ghalizan bermaksud apa yang diperintahkan Allah berupa perintah memegang atau menahan mereka dengan berbuat ma'ruf atau dengan cara yang patut, atau melepaskan atau menceraikan mereka dengan cara yang baik.

Tiada ulasan:

KANDUNGAN.

JUZUK 1. Isti'adzah.    Al Fatihah 1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6 , 7 . Al Baqarah 1-5 , 6-7 , 8-9 , 10-16 , 17-20 , 21-25 , 26-27 , 28-29 , 3...